Mengenai Saya

Foto saya
Teruslah bergerak. hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu. Life is not just happy yourself, but share your happiness to those around us because it will increase happiness when shared. Donna toki ni mo inori o wasurenaide Jalmi tiasa suksés, margi gaduh seueur cara.آدَبُ المَرْءِ خَيْرٌ مِنْ ذَهَبِهِ

Sabtu, 12 September 2020

Jangan Kalah DENGAN Sedekah Orang Miskin

Suatu siang. Di persimpangan jalan yang tak terlalu besar. Seorang pengendara Pajero Sport keluaran terbaru membuka sedikit kaca jendela mobilnya. Sambil berbelok memutar kendaraannya yang cukup mewah itu, ia mengeluarkan tangan kanannya. Di telapak tangannya ada uang 50 ribu rupiah. Berdiri tak jauh di situ seorang lelaki paruh baya. Sambil memberi aba-aba dengan tangannya, dengan sigap ia menyambar uang tersebut sembari sedikit membungkukkan badannya penuh hormat. Seketika uang itu berpindah tangan. Lelaki itu, sebutlah Pak Ogah. Sehari-hari ia memang berprofesi sebagai “pengatur lalu-lintas” di persimpangan jalan itu. 

Dengan kondisi jalanan yang tidak terlalu ramai, sehari paling banter ia biasa membawa pulang 15-20 ribu rupiah. Tentu tak cukup untuk menafkahi istri dan ketiga anaknya. Itu pun setelah ia “bekerja” dari pagi sampai sore. Pasalnya, rata-rata pengendara mobil cuma memberi dia seribu rupiah. Kadang-kadang cuma 500 rupiah. Bahkan banyak pula yang tidak memberi sepeser pun. Kecuali jika sedang benar-benar mujur. Seperti barusan. Ia mendapatkan 50 ribu rupiah. Tapi itu sangat jarang sekali. 

Namun demikian, berapa pun yang ia dapat, ia selalu bersedekah minimal 2 ribu rupiah setiap hari kepada seorang wanita tua, yang sehari-hari mengemis di seberang jalan. Tak jauh dari persimpangan jalan itu.

Adakah yang istimewa dari kisah di atas? Tak ada. Kecuali sedekah pemilik Pajero Sport senilai 50 ribu rupiah yang terlihat besar untuk diberikan kepada seorang Pak Ogah. Sangat jauh dengan sedekah Pak Ogah yang cuma 2 ribu rupiah kepada pengemis wanita tua itu. Begitu mungkin anggapan kebanyakan kita.

Padahal sejatinya anggapan itu salah. Sedekah Pak Ogah sesungguhnya jauh lebih besar dari sedekah pemilik mobil mewah tersebut. Kok bisa? 

Agar paham, mari kita simak sabda Nabi saw. berikut:

سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ : رَجُلٌ لَهُ دِرْهَمَانِ أَخَذَ أَحَدَهُمَا فَتَصَدَّقَ بِهِ، وَ رَجُلٌ لَهُ مَالٌ كَثِيْرٌ فَأَخَذَ مِنْ عِرْضِهِ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا
Satu dirham telah mengungguli 100 ribu dirham: Seseorang memiliki dua dirham, lalu ia mengambil salah satunya dan menyedekahkannya. Seseorang yang lain memiliki harta berlimpah, lalu ia mengambil 100 ribu dirham dari kekayaannya itu dan menyedekahkannya (HR an-Nasai).

Maknanya, satu dirham yang disedekahkan oleh seseorang miskin jauh lebih besar nilainya dari 100 dirham yang disedekahkan oleh orang kaya. Satu dirham saat ini kira-kira setara dengan 50 ribu rupiah. Berarti 100 ribu dirham sama dengan 5 miliar rupiah. Artinya, menurut Rasulullah saw., keutamaan sedekah Rp 50 ribu dari orang miskin bisa mengalahkan keutamaan sedekah Rp 5 miliar dari orang kaya (Lihat: Ibn Rajab, Fath al-Bari, I/125).

Berdasarkan hadis di atas, Andai si A yang miskin punya uang cuma Rp 100 ribu, lalu ia menginfakkan setengahnya (50%} sebesar Rp 50 ribu, maka  si B yang kaya yang punya uang Rp 100 miliar, agar bisa menyamai atau bahkan mengalahkan sedekah si A, ia harus berinfak setengahnya (50%) pula atau lebih dari total hartanya, yakni sebesar Rp 50 miliar atau lebih. Sanggupkah?

Alhasil, semoga kita tidak merasa senang dan bangga dulu saat kita bersedekah dengan nominal yang besar, sementara sisa harta kita masih berlimpah.

Sebaliknya, semoga kita tidak menganggap remeh orang yang bersedekah dengan nominal yang kecil. Sebab boleh jadi itu merupakan setengah dari hartanya yang dia punya karena memang dia tak punya banyak harta karena miskin.

Oleh: Ustadz Arief B Iskandar.

Sabtu, 05 September 2020

The Power of "Mendengarkan"*


Setiap orang yang sempurna tentu bisa mendengar, namun sayangnya tidak semua orang mau dan mampu mendengarkan. Padahal mendengarkan adalah komponen penting dalam kehidupan berumah tangga dan mengasuh anak.

Baik itu seorang ibu, ayah atau pun anak butuh untuk didengarkan mulai dari kegiatan rutinitas, pekerjaan, sekolah dan segala masalah yang sedang dihadapi. 

Menjadi seorang ibu sekaligus seorang istri terkadang membuat seorang wanita menjadi jenuh dengan rutinitas yang ia lakukan. Pekerjaan rumah yang tiada habisnya, mengasuh anak, mengurus keperluan anak dan suami tak jarang membuat istri "stress" dan butuh didengarkan segala penat yang sedang dirasakan. Hanya dengan didengarkan "mood" wanita akan kembali ceria.

Begitu juga seorang suami, menjalani rutinitas pekerjaan yang berat, serta tuntutan dari atasan membuat ransel emosi penuh dan beban ini bisa ringan ketika menceritakan kepada terkasih yaitu seorang istri.

Sama halnya dengan seorang anak, anak pun butuh didengarkan, didengarkan adalah salah satu bentuk kasih sayang dari orang tua. Hendaknya orang tua banyak mendengarkan penjelasan anak sebelum menasehatinya.

Menjadi pendengar yang baik sangat diperlukan demi kenyamanan dan keharmonisan hubungan keluarga. Namun perlu kita perhatikan bagaimana cara untuk menjadi pendengar yang baik.
Bukan sekedar mendengarkan tapi juga harus memahami apa yang dibicarakan, serta tidak memotong atau pun menyela pembicaraan apalagi mengganti topik yang sedang dibicarakan.

Mendengarkan dengan baik yaitu dengan benar-benar memberikan perhatian yang penuh. Mendengarkan tanpa memberikan perhatian justru akan menyakiti perasaan lawan bicara, maka sebaiknya dengarkan dengan memberikan kontak mata yang baik tidak menatap benda lain seperti gadget dan yang lainnya selain lawan bicara. Hal ini akan membantu kita lebih memahami kata kata yang lawan bicara diucapkan baik itu istri, suami maupun anak. 

Begitu juga dengan ekspresi wajah ketika mendengarkan, saat yang diceritakan sedih maka mimik wajah pun harus menunjukkan bahwa kita merasa empati atas masalah yang sedang dihadapi. Serta turut merasakan apa yang lawan bicara rasakan agar bisa memberikan solusi terbaik nantinya.

Selanjutnya ketika mendengarkan usahakan  untuk mencondongkan badan ke arah lawan bicara. Mencondongkan badan dan mendekati, atau bahkan memangku anak ketika ia berbicara memberikan kita energi yang diperlukan untuk menjadi pendengar yang baik.

Usahakan tidak langsung menghakimi ketika anggota keluarga menceritakan tentang masalahnya. Namun tunggu waktu yang baik untuk memberikan solusi atas masalah yang dihadapi. 

Dengan mendengarkan kita akan lebih dicintai, beban hidup akan terasa lebih ringan, dan konflik pun terselesaikan. Selain itu kelak anak juga akan belajar dari orang tuanya untuk bisa mendengarkan dengan baik pula.🙂
*Semoga bermanfaat*
Copas

Jangan Kalah DENGAN Sedekah Orang Miskin

Suatu siang. Di persimpangan jalan yang tak terlalu besar. Seorang pengendara Pajero Sport keluaran terbaru membuka sedikit kaca jendela mob...